Oleh Yuningsih
Saat kita kecil, seringkali pada malam hari sebelum tidur atau pada saat santai, mendengarkan cerita dari orang tua kita. Bahkan banyak dari kita yang mengaharapkan agar waktu cerita menjadi panjang dan orang tua terus bercerita sampai kita tertidur. Kita pun tidak pernah bosan dengan cerita yang diulang-ulang dan sepertinya tidak pernah basi.
Sayangnya, kebiasaan bercerita sudah mulai ditinggalkan orang tua zaman sekarang. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Di antaranya adalah intensitas pertemuan orang tua dengan anak yang sangat rendah sehingga tidak ada waktu bagi orang tua untuk membacakan dongeng untuk anak-anaknya.
Faktor lain adalah anggapan bahwa dongeng hanyalah peninggalan masa lalu yang hanya cukup menjadi kenangan manis belaka. Dongeng seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang semakin melaju sangat cepat ini.
Padahal, dongeng salah satu bentuk tradisi lisan yang merupakan potensi budaya yang selama ini masih terabaikan. Tradisi lisan juga mencakup sastra lisan, seperti mite, legenda, dongeng, hikayat, mantra, dan puisi. Bahkan juga termasuk sistem kognitif masyarakat, seperti adat istiadat, sejarah, etika, obat-obatan, sistem geneologi, dan sistem pengetahuan yang dituturkan secara turun-temurun di Nusantara.
Dongeng memang banyak mengandung khayalan. Namun justru dalam dongeng, khayalan manusia memperoleh kebebasan yang mutlak karena di situ ditemukan hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak mungkin ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Secara psikologis, kebebasan berkhayal dan hal-hal yang berada di luar batas nalar dan kebiasaan orang dewasa itulah yang membuat anak-anak tertarik dengan dongeng. Pada konteks itulah imjinasi anak diasah dan dimatangkan. Selain ampuh untuk mengasah dan mematangkan imajinasi, dongeng juga dinilai efektif dalam menanamkan kecerdasan moral dan mujarab meningkatkan prestasi.
David McClelland, seorang pakar psikologi sosial, mengungkapkan hasil penelitiannya yang menyimpulkan sebuah teori bahwa cerita atau dongeng untuk anak sebelum tidur sangat mempengaruhi prestasi suatu bangsa. McClelland memaparkan penelitiannya terhadap dua negara terkuat abad 16 yaitu Inggris dan Spanyol.
Cerita anak di negara Inggris kaya akan muatan spritualitas dan motivasi untuk maju. Sebaliknya, cerita anak di Spanyol penuh dengan muatan yang membuat anak terlelap dan terninabobokan.
Dari begitu banyak cerita dari berbagai negara yang dikumpulkan McClelland dan kemudian diteliti, menunjukkan bahwa negara yang pertumbuhan ekonominya sangat tinggi adalah negara yang memiliki cerita dongeng anak mengandung need for achievement (kebutuhan berprestasi) yang tinggi.
Asumsinya, kalau penelitaian yang dilakukan oleh McClelland dapat kita terima, berarti prestasi bangsa Indonesia yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang mandeg, dan moral sebagian bangsa Indonesia yang bobrok mungkin saja salah satunya disebabkan oleh kualitas dongeng yang biasa dikonsumsi oleh bangsa Indonesia.
Untuk melihat keterkaitan antara kualitas dongeng Indonesia dengan kondisi bangsa Indonesia yang kurang prestatif dan krisis moral, ada baiknya kita mencermati penelitian yang dilakukan oleh salah seorang guru besar Fakultas Budaya Universitas Indonesia, Ismail Marahaimin.
Menurut Ismail, bisa jadi dongeng si Kancil Mencuri Mentimun yang sangat populer di Indonesia adalah salah satu penyebab bobroknya mental pemimpin bangsa. Kancil mencerminkan tokoh yang cerdas tapi licik. Secara tidak disadari cerita ini akan melekat dalam alam bawah sadar anak-anak bahwa mental tokoh seperti kancil patut ditiru.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan budaya termasuk di dalamnya dongeng. Namun tidak semua dongeng baik untuk dikonsumsi anak. Dalam hal ini kejelian orang tua dan pendidik diperlukan dalam memilih dongeng yang cocok dengan perkembangan psikologis anak.
Hal lain yang harus dilakukan adalah hendaknya guru dan orang tua tidak terlalu tergantung pada cerita atau dongeng masa lampau. Tapi juga menjadikan cerita atau dongeng kontemporer sebgai referensi alternatif.
Sekarang di Indonesia banyak bermunculan para penulis sekaligus para pendongeng handal. Ada Eka Wardhana, Andi Yudha Asfandiyar, Nurani Widaningsih dan sederet nama penulis cerita kreatif lainnya. Mereka kerap melahirkan cerita atau dongeng yang tidak hanya menghibur dan mendidik tapi juga sangat kontekstual dengan kondisi anak-anak sekarang. Artinya, cerita mereka akan sangat mudah dicerna anak sekarang karena lahir pada zaman di mana mereka hidup.
Dengan demikian, ketika para pendidik bercerita di hadapan para siswanya di kelas atau para orang tua membacakan dongeng untuk anak mereka menjelang tidur, sebenarnya mereka sedang membangun Indonesia menjadi lebih berprestasi dan bermartabat di mata dunia. Syaratnya, dongeng yang dibacakan terjamin kualitasnya. Wallahu a'lam.